Jumat, 27 Januari 2023 – 06:04 WIB
VIVA – Kabar mengejutkan datang dari junta militer Myanmar yang menjadi sorotan setelah produksi heroin melonjak. Tak hanya bercocok tanam, luas areal persawahan sehingga nilai jualnya mencapai jutaan ringgit.
Dalam laporan yang dikutip VIVA tentara dari TRT World, perdagangan heroin di Asia Timur, Asia Tenggara bahkan Australia, merupakan yang terbesar kedua setelah Afganistan.
Perebutan kekuasaan oleh Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw) di bawah pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing pada Februari 2021, dianggap sebagai awal dari penimbunan opium.
Di bawah junta, petani opium dan pengedar heroin mendapat untung besar. Ini bertentangan dengan kebijakan Aung San Kyi saat ini dan Partai Liga Demokratik Myanmar yang berkuasa.
VIVA Military: kudeta militer Myanmar Februari 2021
Penanaman opium di Myanmar yang dikuasai junta dilaporkan melonjak hingga 33 persen pada 2022. Dengan proporsi itu, nilai opium sebagai bahan dasar heroin mencapai US$2 miliar atau setara Rp29,9 triliun.
“Pertumbuhan ini terkait langsung dengan gejolak politik dan ekonomi di Myanmar sejak militer mengambil alih kekuasaan dalam kudeta hampir dua tahun lalu,” kata Jeremy Douglas, seorang pejabat di Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan.
Halaman selanjutnya
Douglas berpendapat faktor utama yang melatarbelakangi meningkatnya peredaran heroin asal Myanmar adalah faktor ekonomi dan keamanan. Penanam opium berada dalam kesulitan keuangan yang parah sehingga mereka kembali menanam tanaman ilegal.